Kamis, 25 April 2013

SINTAKSIS


LINGUISTIK UMUM
(SINTAKSIS)
Guna untuk memenuhi tugas linguistik umum
Dosen pengampu : Drs. Sutaryo



Disusun oleh        :
Ø Farhan Firdaus
10110052
Ø Ali Amril
11110153
Ø Samsul Amin

Ø Ulyatul Inayah
10110018
Ø Hanun Khiyarotunnisa'
10110005
Ø Fitrotul Muthi'ah
10110119
Ø Azzakiyyah
10110047
Ø Fatichurrahmah


Bahasa dan Sastra Arab
Fakultas Adab dan Ilmu Budaya
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
tahun 2011/2012

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1. Tujuan Pembahasan................................................................................................ 1
2. Sistematika Pembahasan........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN SINTAKSIS.................................................................... 2
1. Pengartian sintaksis................................................................................................ 2
2. Struktur sintaksis.................................................................................................... 2
KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS TERKECIL......................................... 2
FRASE....................................................................................................................... 4
1. Pengertian Frase..................................................................................................... 4
2. Jenis Frase.............................................................................................................. 6
3. Perluasan Frase....................................................................................................... 8
KLAUSA................................................................................................................... 9
1. Definisi Klausa....................................................................................................... 9
2. Jenis Klausa............................................................................................................ 10
KALIMAT................................................................................................................. 12
1. Definisi Kalimat..................................................................................................... 12
2. Jenis Kalimat.......................................................................................................... 12
WACANA................................................................................................................. 15
1. Pengertian Wacana................................................................................................. 15
2. Alat Wacana........................................................................................................... 15
3. Jenis Wacana.......................................................................................................... 16
4. SubsatuanWacana.................................................................................................. 16
5. Hierarki Wacana..................................................................................................... 17
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan............................................................................................................ 18
2. Saran...................................................................................................................... 18
BAB IV DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 19
 
KATA PENGANTAR
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW. Sungguh, betapa besar nikmat yang kita peroleh dari setiap detiknya, terutama nikmat iman islam yang semoga kita tetap kuat dan semakin kokoh dalam keimanan kita sampai hembusan nafas ini terhenti. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada yang terhormat, dosen "Ilmu Lughoh al-'Amm" kami, Bapak Drs. Sutaryo yang tak bosan-bosannya memberikan sebagian ilmunya yang begitu mulia dan senantiasa membimbing kami dalam mata kuliah yang sangat berarti  dan menambah khasanah keilmuan untuk dapat diterapkan dalam kehidupan pribadi masing-masing kami. Tak lupa pula ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang berperan penting dalam memberikan dukungan dan kepercayaan kepada kami dan membantu terwujudnya karya ini, saudar-saudara kami, teman-teman seperjuangan, teman sekelompok, dan para penulis yang senantiasa bukunya dijadikan sebagai rujukan kami, berkat jasa merekalah pada hari ini Allah SWT telah membuat kami dapat menyelesaikan tulisan sederhana ini.
Adapun maksud dan tujuan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah yang bersangkutan juga bermaksud untuk berbagi ilmu dan memberikan pencerahan sedikit kepada para pembaca mengenai salah satu materi yang berhubungan dengan Ilmu Lughoh al-'Amm, dan khususnya mengenai pembahasan yang akan kami bahas yaitu tentang sintaksis yang merupakan cabang linguistik yang sangat berperan dalam membicarakan kata  dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran.
Keinginan untuk memperdalam dan menyatukan pengetahuan kita ini timbul dari dan sesuai dengan kodrat manusia. Karena manusia melebihi semua makhluk lainnya, justru karena ia mempunyai pikiran, mempunyai jiwa-rohani yang mengatasi kebendaan atau materi belaka. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan bahwa setiap bangsa mempunyai ahli-ahli pemikirnya sendiri.
i
 
Tulisan ini hanya memuat beberapa penjelasan penting yang bersangkutan dengan sintaksis. Dalam kesempatan ini, إنشاء الله kami membahas mulai dari satuan terkecil dari sintaksis, yaitu kata, frasa, klausa, kalimat, sampai wacana yang kesemuanya kami bahas dengan sesempurna mungkin. Tentunya dalam penulisannya masih banyak terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga dengan dibuatnya tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته




PENULIS


BAB 1
PENDAHULUAN


1.       Tujuan Pembahasan
Disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis merupakan bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Kedua bidang tataran ini pada tatarannya memang berbeda terutama dari segi kajiannya. Namun, sering kali batas diantara keduanya menjadi kabur karena pembicaraan bidang yang satu tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Oleh karena itulah, muncul istilah morfosintaksis, yang merupakan gabungan dari morfologi dan sintaksis, untuk menyebut kedua bidang itu sebagai satu bidang pembahasan.
Dari sanalah kita tergugah untuk menyelidiki lebih lanjut apa yang dimaksud dengan sintaksis sendiri karena dalam kesempatan ini, ingsyaAllah kami akan membahas khusus mengenai sintaksis. Sehingga secara kita tidak sadari ketika kita faham tentang batasan sintaksis otomatis kita memahami batasan morfologi juga.

2.         Sistematika Pembahasan
            Banyak sekali point-point yang akan dibahas dalam bab sintaksis ini mulai dari definisi, struktur sintaksis, juga satuan sintaksis yang meliputi; kata, farsa, klausa, kalimat, sampai wacana.
Pertama-tama kita akan membahas definisi sintaksis yang dari sini kita akan mengetahui secara sepintas karakter dari sintaksis. Kemudian ke pembahasan struktur sintaksis yang terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, adjektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.
Setelah itu, baru kita akan membahas satu persatu satuan sintaksis, mulai dari definisi dari keseluruhan, jenis-jenisnya, contoh-contohnya, sampai keterangan contoh pada setiap satuan sintaksis yang terdiri dari ; kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.


BAB II
PEMBAHASAN

SINTAKSIS


1.       Pengertian
Sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti "dengan" dan tattiein yang berarti "menempatkan". Sehingga dapat disimpulkan, pengertian sintaksis secara etimologi berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat
2.      Struktur Sintaksis
Berbicara masalah struktur sintaksis, kita tidak lepas dari beberapa hal yang mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis, serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu.
Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, adjektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.

KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS TERKECIL
Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah morfem); tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentukan satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
Dalam pembahasan kata sebagai pengisi satuan sintaksis, pertama-tama kita harus bedakan dulu adanya dua macam kata, yaitu yang disebut kata penuh (fullword) dan kata tugas (functionword). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal kata mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka , dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Sedangkan yang disebut kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan didalam pertuturan dia tidak dapat bersendiri.
Yang merupakan kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, ajektifa, adverbia, dan numeralia. Sedangkan yang termauk kata tugas adalah kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi. Sebagai kata penuh, kata-kata yang berkategori nomina, verba dan ajektifa memiliki makna leksikal masing-masing, misalnya, kata kucing dan mesjid, memiliki makna ’sejenis binatang buas’ dan ‘tempat ibadah orang islam’. Bandingkan dengan kata dan dan meskipun yang memang tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis: dan untuk menggabungkan dua buah konstituen, dan meskipun untuk menyatakan penegasan. Sebagai kata penuh kata-kata yang berkategori nomina, verba dan adjektifa dapat mengalami proses morfologi, seperti kata kucing yang dapat diberi perfiks ber- sehingga menjadi berkucing, atau dapat diberi perfiks ber- disertai perulangan, dan diberi sufiks an-sehingga menjadi berkucing-kucingan. Bandingkan kata dan yang tidak bisa menjadi *berdan atau *mendankan. Dalam bahasa inggris preposisi seperti for dan in juga tidak mengalami proses morfologi, tidak seperti nomina book dan verba write yang dapat menjadi books (proses penambahan sufiks jamk –s) dan writes atau wrote (perubahan untuk  persona ketiga dan untuk kata lampau). Dalam bahasa Arab kategori yang disebut harfun atau inna, law, dan min juga tidak mengalami proses morfologi. Berbeda dengan kategori yang disebut ismun dan fi’lun yang dapat mengalami proses morfologi, seperti dari nomina muslimun yang dapat menjadi muslima:ni dan muslimu:na; dan dari akar verba *k-t-b yang antara lain dapat menjadi kataba, yaktubu, dan maktab.
Kata-kata yang termasuk kata penuh memang mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak, sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan yang termasuk kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas. Perhatikan kedua kalimat berikut!
 (47) Pak Ahmad menerangkan cara penulisan awalan di dan kata depan di.
(48) Bu Leoni sedang membahas penggunaan preposisi in, on dan at dalam bahasa Inggris.
Tetapi disini juga, yang dijelaskan Pak Ahmad bukan di itu, melainkan kata depan di dan awalan di; dan yang dibahs Bu Leoni juga bukan in, on dan at itu, melainkan preposisi in, preposisi on, dan preposisi at.
Dari pembicaraan perbedaan antara kata penuh dan kata tugas di atas tampak pada kita bahwa yang disebut kata penuh sajalah yang dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Misalnya kata nenek yang mengisi fungsi subjek, kata membaca yang mengisi fungsi predikat, kata komik yang mengisi fungsi objek, kata kamar membentuk frase eksosentrik di kamar hanya merupakan anggota dari pengisi fungsi keterangan. Perhatikan bagan berikut!
(49)
S
P
O
K
Nenek
Membaca
Komik
Di kamar
Keterikatan preposisi di dengan kata kamar dalam frase di kamar itu sangat erat, sehingga tidak mungkin dilepaskan. Oleh karena itu pula, kata-kata yang termasuk kata penuh, karena dapat bersendiri mengisi salah satu fungsi sintaksis dapat pula berdiri sendiri sebagai kalimat jawaban atau kalimat perintah, atau kalimat minor lainnya. Umpamanya:
(50) Nenek!     (sebagai jawaban atas pertanyaan: siapa yang membaca komik di kamar?)
(51) Komik!    (sebagai jawaban atas pertanyaan: apa yang di baca Nenek di kamar?)
(52) Pinggir!    (sebagai kalimat perintah dari seorang penumpang Bus umum kepada sopir)
            Untuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan ujaran yang berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksisnya. Namun, dalam bahasa tertentu kita mengalami banyak kesulitan, misalnya Bahasa Swahili ( di Afrika Timur).

FRASE
1.      Pengertian Frase
Frase adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau biasa disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Dari definisi di atas bisa dilihat bahwa yang disebut frase itu pasti terdiri lebih dari satu kata. Jika yang dimaksud dengan kata adalah satuan gramatikal bebas terkecil, maka berarti pembentuk frase itu harus berupa morfem bebas, bukan morfem terikat. Jadi, konstruksi belum makan dan tanah tinggi  adalah frase, sedangkan konstruksi tataboga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah morfem terikat.
Frase adalah konstruksi nonpredikatif, artinya unsur pembentuk frase itu tidak berstruktur subjek-predikat atau berstruktur predikat-objek. Oleh karena itu konstruksi adik mandi dan menjual sepeda  bukan frase; tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase.
Frase adalah gabungan kata yang mengisi salah satu atau lebih fungsi-fungsi sintaksis yang terdiri dari subjek, predikat, objek atau keterangan. Frase dimungkinkan untuk disisipi oleh unsur lain misalnya, frase sepatu saya dapat disisipkan kata baru  sehingga menjadi sepatu baru saya. Namun perlu diingat, karena frase itu mengisi salah satu fungsi sintaksis, maka salah satu unsur frase itu tidak dapat dipindahkan sendirian. Jika ingin dipindahkan maka harus dipindahkan secara keseluruhan sebagai satu kesatuan, seperti pada kalimat berikut:
Kakek membaca novel di kamar tidur. (benar)
tidur kakek membaca novel di kamar. (salah)
di kamar tidur kakek membaca novel. (benar)
Seringkali dipertanyakan perbedaan antara kata majemuk dengan frase. Menurut Abdul Chaer, ada beberapa hal yang membedakan antara kata majemuk dengan frase, yaitu:
1.      Menurut tata bahasa tradisional, kata majemuk sebagai komposisi memiliki makna baru atau memiliki satu makna, sedangkan frase tidak memiliki makna baru melainkan makna sintatik atau makna gramatikal. Contoh bentuk meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata majemuk, sedangkan meja saya yang berarti ‘meja kepunyaan saya’ adalah frase.
2.      Menurut konsep linguis struktural, komponen kata majemuk tidak bisa disisipi oleh kata lain, sedangkan komponen frase dapat disisipi oleh kata lain. Misalnya, bentuk mata sapi yang berarti ‘telor goreng tanpa dihancurkan’ tidak bisa disela oleh kata lain, maka ia adalah kata majemuk. Sedangkan bentuk mata guru yang berarti ‘mata kepunyaan guru’ dapat disela oleh kata lain misalnya menjadi matanya guru adalah frase.
3.      Konsep yang mengatakan bahwa salah satu atau kedua komponen kata majemuk berupa morfem dasar terikat, sedangkan frase kedua komponennya selalu terdiri dari morfem bebas atau bentuk yang benar-benar berstatus kata. Contoh, daya juang adalah kata majemuk karena salah satu komponennya adalah morfem terikat yaitu juang. Sedangkan lemari buku  adalah frase karena komponen-komponennya berupa morfem dasar bebas.

2.      Jenis Frase
Frase dibagi menjadi empat, yaitu frase eksosentrik, frase endosentrik, frase koordinatif dan frase apositif.
1.      Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, artinya jika salah satu komponennya dihilangkan, maka komponen yang lain tidak dapat mengisi fungsinya secara keseluruhan. Misalnya, frase di dapur yang terdiri dari komponen di dan komponen dapur secara keseluruhan dapat mengisi fungsi keterangan. Tetapi jika salah satu komponennya dihilangkan, maka komponen yang lain tidak bisa menduduki fungsi keterangan dalam kalimat. Perhatikan kalimat berikut:

Ibu sedang memasak ikan di dapur (benar)
Ibu sedang memasak ikan di (salah)
Ibu sedang memasak ikan dapur (salah)

Frase eksosentrik dibedakan menjadi dua, yaitu direktif dan nondirektif. Frase eksosentrik yang direktif, komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dari, dan sebagainya. Komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang biasanya berkategori nomina. Misalnya di pasar, dari kayu jati, demi keamanan.
Sedangkan frase eksosentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para,dan kaum. Komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa atau verba. Misalnya si kabayan, sang raja, yang berbaju merah.

2.      Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsur atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Artinya salah satu komponennya dapat menggantikan fungsi keseluruhannya. Misalnya frase sedang membaca dapat digantikan fungsinya oleh kata membaca, seperti pada kalimat berikut:

Ayah sedang membaca majalah di ruang tamu.
Ayah membaca majalah di ruang tamu.

Frase endosentrk biasa disebut sebagai frase modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti mengubah atau membatasi makna komponen inti. Misalnya, kata menulis dapat dibatasi waktunya dengan kata sedang dalam frase sedang membaca sehingga maknanya menjadi ‘perbuatan menulis itu tengah berlangsung.’
Dilihat dari kategori intinya dapat dibedakan adanya frase nominal seperti bus sekolah, kecap manis, frase verbal seperti sedang membaca, sudah tidur, mandi lagi,  frase adjektifa seperti sangat senang, tinggi sekali, merah jambu, dan frase numeralia seperti tujuh belas, dua puluh tiga, dan setengah juta.

3.      Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi terbagi seperti baik…..baik, makin….makin, dan baik….maupun…… . Frase koordinatif ini mempunyai kategori sesuai dengan kategori komponen pembentuknya. Contoh: sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin terang makin baik.
Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit, biasanya disebut frase parataksis. Misalnya, hilir mudik, tua muda, pulang pergi dan sawah ladang.

4.      Frase Apositif
Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya; oleh karena itu, urutan komponennya dapat dipertukarkan.contohnya seperti pada kalimat berikut :  

Pak Herman, guru saya, rajin sekali.
Guru saya, Pak Herman, rajin sekali.

3.      Perluasan Frase
Salah satu ciri frase adalah bahwa frase itu dapat diperluas. Maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Misalnya frase di kamar mandi  dapat diperluas dengan diberi komponen baru, seperti kata saya, adik, atau depan. Sehingga menjadi di kamar mandi saya, atau di kamar mandi adik atau di kamar mandi depan.
Perluasan ini dapat dilakukan di sebelah kanan, dapat juga di sebelah kiri atau di sebelah kanan dan kiri sekaligus. Misalnya frase seorang mahasiswa dapat diperluas menjadi seorang mahasiswa baru, hanya seorang mahasiswa, dan hanya seorang mahasiswa baru.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perluasan frase, antara lain:
1.      Untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali. Misalnya frase kereta api berikut ini:

Kerete api – kereta api ekspres – kereta api ekspres malam – kereta api ekspres malam luar biasa – sebuah kereta api ekspres malam luar biasa.

2.      Pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal. Misalnya :

Tidak hadir – tidak akan hadir – bukan hanya tidak akan hadir ….

3.      Keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk konsep nomina. Misalnya kalimat-kalimat berikut:

a)      Anjing saya meninggal minggu lalu.
b)      Anjing saya yang dibeli di Jakarta meninggal minggu lalu.
c)      Anjing saya yang dibeli di Jakarta yang sudah tua meninggal minggu lalu
d)     Anjing saya yang dibeli di Jakarta yang sudah tua dan belum mempunyai anak meninggal minggu lalu

KLAUSA
1.      Definisi Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal berupa kelompok kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi tersebut terdapat kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat. Komponen selain predikat berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Komponen subjek dan predikat merupakan komponen pokok yang harus ada dalam klausa. Klausa merupakan unsur kalimat, karena kalimat terdiri dari klausa dan intonasi final baik intonasi deklaratif, interogatif,  Jika klausa diberi intonasi final maka tidak dapat disebut gramatik klausa lagi, tetapi disebut sebagai kalimat. Sebuah kalimat bisa terdiri dari beberapa klausa yang sering disebut kalimat majemuk.
Adik mandi merupakan contoh klausa. Nenek menempati fungsi sintaksis subjek, sedangkan mandi menempati fungsi sintaksis predikat. Hal ini berbeda dengan kamar mandi. Kamar mandi bukan merupakan klausa karena komponen mandi tidak bersifat predikatif.

2.      Jenis Klausa
Klausa dapat dibedangkan berdasarkan struktur dan kategori segmental yang menjadi predikatnya.

I.       Klausa berdasarkan struktur
Klausa berdasarkan strukturnya dapat dibedakan menjadi klausa bebas dan klausa terikat.
Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur kalimat yang lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat.
Contoh:
1.                   Bapak sedang pergi
2.                   Ibu telah makan
Hanya dengan memberi intonasi final pada klausa bebas, maka klausa tersebut berubah menjadi kalimat mayor. Ini berarti, klausa bebas berpotensi menjadi kalimat mayor.
Klausa terikat adalah klausa yang memiliki struktur yang tidak lengkap. Dengan kata lain, klausa jenis ini tidak memiliki subyek sekaligus predikat. Karena itu, klausa jenis ini selalu terikat dengan klausa yang lain dan tidak pernah bisa menjadi kalimat mayor.
Klausa terikat biasanya berdiri sebagai jawaban atas suatu pertanyaan atau berdiri di dalam anak kalimat. Klausa terikat yang berdiri di dalam anak kalimat relatif mudah dikenal karena di bagian depan dari klausa terikat tersebut biasa ada konjungsi subordinatif semacam ketika, apabila, dan kalau.
Contoh:
1.                   Besok sore. (Jawaban untuk kalimat "Kapan kamu berangkat?")
2.                   Ketika hujan turun, bukit itu longsor.
Pada contoh nomer 2 di atas, klausa terikat "ketika hujan turun" ditandai dengan konjungsi subordinatif "ketika", dan klausa tersebut membentuk anak kalimat "Ketika hujan turun".
Karena diawali dengan konjungsi subordinatif, maka klausa terikat disebut juga klausa subordinatif (subordinative clause) atau klausa bawahan. Klausa lain yang menjadi tempat klausa terikat itu mengikatkan diri dan hadir bersama-sama dengan kalimat terikat itu disebut sebagai klausa utama (main clause, principal clause) atau klausa atasan. Eksistensi klausa terikat dalam kalimat majemuk bertingkat bergantung pada klausa utama. Jenis klausa utama selalu klausa bebas.

II.    Klausa berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi predikat
Berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi predikat, klausa dapat dibedakan menjadi lima yaitu:
1.      Klausa verbal
Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya berkategori verbal. Misalnya klausa nenek mandi, sapi itu berlari,dan matahari terbit. Berdasarkan golongan kata verbal, klausa dapat digolongkan sebagai berikut:
a.  Klausa transitif; yaitu klausa yang predikatnya berupa verba transitif. Misalnya, nenek menulis surat dan kakek membaca buku silat.
b. Klausa intransitif; yaitu klausa yang predikatnya berupa verba intransitif. Misalnya, nenek menangis dan adik melompat-lompat.
c.  Klausa refleksif; klausa ini predikatnya terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja refleksif, yaitu kata kerja yang menyatakan perbuatan yang mengenai pelaku perbuatan itu sendiri. Misalnya, nenek sedang berdandan dan anak-anak itu menyembunyikan diri.
d. Klausa resiprokal; yaitu klausa yang predikatnya berupa verba reprosikal (kata kerja yang menyatakan kesalingan). Misalnya, mereka saling berpandangan, keduanya bersalaman, dan mereka bertengkar sejak kemarin.
2.      Klausa nominal
Klausa nominal merupakan klausa yan predikatnya berupa nomina atau frase nominal, misalnya petani, dosen linguistik,dan satpam bank. berikut ini contoh klausa nominal:
·         Ia guru
·         Pacarnya satpam bank swasta
3.      Klausa ajektifal
Klausa ajektifal merupakan klausa yang predikatnya berkategori ajektifa. Misalnya klausa-klausa berikut:
·         Ibu dosen itu cantik sekali
·         Bumi ini sangat luas
·         Taman kota itu indah


4.      Klausa adverbial
Klausa adverbial adalh klausa yang predikatnya berupa adverbia. Misalnya, bendelnya teramat sangat.
5.      Klausa preposisional
Klausa preposisional merupakan klausa yang predikatnya terdiri dari frasa preposisional atau frasa yang diawali kata depan. Berikut ini contoh klausa preposisional:
·         Nenek di kamar
·         Pegawai itu ke kantor setiap hari
6.      Klausa numeral
Klausa numeral merupakan klausa yang predikatnya berupa kata atau frasa numeralia. Misalnya, kerbau petani itu hanya dua ekor,taksinya delapan buah, dan gajinya lima juta sebulan.

KALIMAT
1.      Definisi Kalimat
·         Susunan kata-kata yang teratur yang berisipikiran yang lengkap
·         Satuan sintaksis yang di susun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila di perlukan ,serta disertai dengan intonasi final.
2.      Jenis kalimat
Ø  Kalimat Inti dan Kalimat Non Inti
Kalimat inti atau kalimat dasar adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti.Kalimat inti dapat di ubah menjadi kalimat non inti dengan berbagai proses transformasi, seperti pemasifan, pengingkaran, penanyaan, pemerintahan, pelepasan, dan penambahan.
Contoh:
Nenek membaca komik           =          kalimat inti
ü  Komik dibaca nenek                           = transformasi pemasifan
ü  Nenek tidak membaca komik             = transformasi pengingkaran
ü  Bacalah komik itu                               = transformasi pengingkaran
ü  Apakah nenek membaca komik?        = transformasi penanyaan

Ø  Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalimat  tunggal adalah kalimat yang hanya mempunyai satu klausa. Dan kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai lebih dari satu klausa. Kalimat majemuk ini terbagi menjadi 3 bentuk:
§  Kalimat majemuk setara (koordinatif)
contoh: Nenek melirik,kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
§  Kalimat majemuk bertingkat (subordinatif)
contoh: Ani membaca komik ketika ibu tidak di rumah.
§  Kalimat majemuk kompleks.
Contoh: Ayah mengeluarkan dompetnya, lalu mengambil selembar uang ribuan untuk membayar ongkos becak.

Ø  Kalimat Mayor danKalimat Minor
Kalimat  mayordan minor dilakukan berdasarkan lengkap tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalmiat itu. Jika klausanya tidak lengkap, hanya terdiridari predikat, obyek,atau subjeknya saja maka kalimat itu adalah kalimat minor.Meskipun kalimat minor ini unsur-unsurnya tidak lengkap, namun dapat dipahami karena konteksnya diketahui oleh pendengar dan pembicara. Konteks ini bisa berupa konteks kalimat, konteks situasi atau juga konteks topik pembicaraan. Jadi, kalimat-kalimat jawaban singkat, kalimat seruan, kalimat perintah, kalimat salam, termasuk dalam kalimat minor
Contoh :          Dilarang merokok.
Halo!
Kalau klausanya lengkap, minimal ada predikat dan subjeknya, maka kalimat itu disebut kalimat mayor .
Contoh:           Banjir kiriman datang dari Bogor.
Ibunya penari cantik disana.


Ø  Kalimat Verbal danKalimat Nonverbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang tersusun dari klausa verbal. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang tersusun dari kalimat non verbal dapat berupa nominal, ajektifal, adverbial, dan juga numerial. Kalimat verbal di bagi menjadi :
·         Kalimat Transitif, contoh        : Dia menendang bola.
·         Kallimat Intransitif, contoh    : Ayah belum datang.
·         Kalimat Aktif, contoh             : Kakak menulis surat.
·         Kalimat Pasif, contoh             : Surat ditulis kakak.
·         Kalimat Dinamis, contoh        : Kami bercakap-cakap disana.
·         Kalimat Statis, contoh                        : Anaknya sakit keras.

Ø  Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf, atau wacana tanpa bantuan komplek.
Contoh :
1.      Sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk.
2.      Jangankan ikannya, telurnyapun sukar diperoleh.
3.      Kalau pun bisa diperoleh, harganya melambung selangit.
4.      Makanya, ada kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah.

Kalimat (1) adalah kalimat bebas karena bisa berdiri sendiri tanpa ada penjelasan dari kalimat lain. Kalimat (2), (3), dan (4) merupakan kalimat terikat karena masing –masing dari kalimat tersebut tidak dapat dipahami dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai sebuah ujaran.



WACANA
Tata bahasa tradisional menganggap kalimat sebagai  satuan terbesar dalam pembicaraan ketatabahasaan. Karena secara filosofis, kalimatlah -satuan bahasa- yang dianggap memiliki pikiran yang lengkap. Sehingga, banyak orang menduga bahwa satuan sintaksis terbesar adalah kalimat. Namun dalam praktek berbahasa ternyata tidak demikian.

1.      Pengertian Wacana
Pengertian wacana sangat banyak dan beragam. Setiap buku memberikan definisi-definisi yang bermacam-macam. Namun pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi (terbesar).
Dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca dan pendengar tanpa keraguan apapun. Wacana dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal wacana sudah terpenuhi kalau wacana itu kohesif dan koheren. Kohesif adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana, sedangkan koheren adalah apik dan benarnya isi wacana tersebut. jadi, jika wacana itu kohesif, pasti tercipta kekoherensian.

2.      Alat Wacana
Alat gramatikal untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif adalah :
1.      Konjungsi (lebih eksplisit).
2.      Kata ganti.
3.      Ellipsis, yaitu menghilangkan bagian kalimat yang sama yang terdapat pada kalimat lain.
Alat gramatikal untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif dan koheren adalah
1.      Menggunakan hubungan pertentangan.
2.      Menggunakan hubungan generik-spesifik atau sebaliknya.
3.      Menggunakan hubungan perbandingan.
4.      Menggunakan hubungan sebab akibat.
5.      Menggunakan hubungan tujuan dalam isi sebuah wacana.
6.      Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat.

3.      Jenis Wacana
1.      Berdasarkan sarananya                 : wacana lisan dan tulis.
2.      Berdasarkan penggunaan bahasa  : wacana prosa dan puisi.
3.      Berdasarkan penyampaian isi        : wacana narasi, eksposisi, persuasi dan argumentasi.

 4.   Subsatuan Wacana
Biasanya, wacana akan dibagi atas beberapa bab,: setiap bab akan dibagi atas beberapa subbab: setiap subbab akan disajikan dalam beberapa paragraf atau juga subparagraf.: Setiap paragraf biasanya berisi pikiran utama yang disertai sejumlah pikiran penjelas.: Pikiran utama berupa satu kalimat utama, sedangkan setiap pikiran penjelas berupa kalimat-kalimat penjelas.
Contoh:

The Revelation
Anyone who seeks to  understand Islam must have recourse to the Koran. The Koran, according to Muslim belief, is the word of God. It is the revelation of His divinity and His command to men, it is the basis of Islamic religion, which has remained unaltered during the course of history, even if it is constanly experienced and interpreted anew. But the Koran it self is a book which is difficult of access. These associations, moreover, have only been preserved for us by the manifold facets and reflection of religious tradition.
Muhammad, the prophet, was according to his own belief  and that of his community the recipient of the revelation, God’s human instrument. It was his mission to repeat and recite the message of the heavenly Book of revelation. Recite in the name of your Lord with this introduction to the first revelation(Surah 96) he found himself called to be prophet; there than followed the command ‘Stand up and warn’ (Surah 74) which designated him as the messenger of God to His people. Believers gathered around him and they soon began to note down individual revelations.
(Gerhard Endres, An Introduction to Islam, 1988)

The Revelation
Anyone who seeks to  understand Islam must have recourse to the Koran. The Koran, according to Muslim belief, is the word of God. It is the revelation of His divinity and His command to men. It is the basis of Islamic religion, which has remained unaltered during the course of history, even if it is constanly experienced and interpreted anew. But the Koran it self is a book which is difficult of access. These associations, moreover, have only been preserved for us by the manifold facets and reflection of religious tradition.
Muhammad, the prophet, was according to his own belief  and that of his community the recipient of the revelation, God’s human instrument. It was his mission to repeat and recite the message of the heavenly Book of revelation. Recite in the name of your Lord with this introduction to the first revelation(Surah 96) he found himself called to be prophet; there than followed the command ‘Stand up and warn’ (Surah 74) which designated him as the messenger of God to His people. Believers gathered around him and they soon began to note down individual revelations.
(Gerhard Endres, An Introduction to Islam, 1988)


5.    Hierarki Satuan
Wacana
Kalimat
Klausa
Frase
Kata
Morfem
Fonem




BAB III
PENUTUP

1.         Kesimpulan
Sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika.
Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, adjektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.
Satuan sintaksis meliputi: kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

2.         Saran
            Alangkah baiknya kalau setiap satuan dari sintaksis itu dibubuhi contoh lebih kompleks lagi, tidak hanya dari bahasa Indonesia saja melainkan dari bahasa lainnya juga, paling tidak bahasa Arab dan bahasa Inggris, atau bahkan dari bahasa Prancis dan China sekalipun yang notabene bersaing ketat dengan bahasa Inggris juga Arab.
            Oleh karena itu, sangat dianjurkan kepada pembaca yang bermaksud mendalami sintaksis utk tidak puas hanya dengan satu referensi saja tapi dari berbagai referensi dan berbagai bahasa.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul Drs. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta