LINGUISTIK
UMUM
(SINTAKSIS)
Guna untuk memenuhi tugas linguistik umum
Dosen pengampu : Drs. Sutaryo
(SINTAKSIS)
Guna untuk memenuhi tugas linguistik umum
Dosen pengampu : Drs. Sutaryo
Disusun
oleh :
Ø Farhan
Firdaus
|
10110052
|
Ø Ali Amril
|
11110153
|
Ø Samsul
Amin
|
|
Ø Ulyatul
Inayah
|
10110018
|
Ø Hanun
Khiyarotunnisa'
|
10110005
|
Ø Fitrotul
Muthi'ah
|
10110119
|
Ø Azzakiyyah
|
10110047
|
Ø Fatichurrahmah
|
|
Bahasa dan Sastra Arab
Fakultas Adab dan Ilmu
Budaya
Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta
tahun 2011/2012
tahun 2011/2012
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1. Tujuan Pembahasan................................................................................................ 1
2. Sistematika Pembahasan........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN SINTAKSIS.................................................................... 2
1. Pengartian sintaksis................................................................................................ 2
2. Struktur sintaksis.................................................................................................... 2
KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS TERKECIL......................................... 2
FRASE....................................................................................................................... 4
1. Pengertian Frase..................................................................................................... 4
2. Jenis Frase.............................................................................................................. 6
3. Perluasan Frase....................................................................................................... 8
KLAUSA................................................................................................................... 9
1. Definisi Klausa....................................................................................................... 9
2. Jenis Klausa............................................................................................................ 10
KALIMAT................................................................................................................. 12
1. Definisi Kalimat..................................................................................................... 12
2. Jenis Kalimat.......................................................................................................... 12
WACANA................................................................................................................. 15
1. Pengertian Wacana................................................................................................. 15
2. Alat Wacana........................................................................................................... 15
3. Jenis Wacana.......................................................................................................... 16
4. SubsatuanWacana.................................................................................................. 16
5. Hierarki Wacana..................................................................................................... 17
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan............................................................................................................ 18
2. Saran...................................................................................................................... 18
BAB IV DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 19
KATA PENGANTAR
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Puji dan syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada
baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Sungguh, betapa besar nikmat yang kita peroleh dari setiap detiknya, terutama
nikmat iman islam yang semoga kita tetap kuat dan semakin kokoh dalam keimanan
kita sampai hembusan nafas ini terhenti. Ucapan terima kasih kami haturkan
kepada yang terhormat, dosen "Ilmu Lughoh al-'Amm" kami, Bapak Drs.
Sutaryo yang tak bosan-bosannya memberikan sebagian ilmunya yang begitu mulia
dan senantiasa membimbing kami dalam mata kuliah yang sangat berarti dan menambah khasanah keilmuan untuk dapat
diterapkan dalam kehidupan pribadi masing-masing kami. Tak lupa pula ucapan
terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang berperan penting dalam
memberikan dukungan dan kepercayaan kepada kami dan membantu terwujudnya karya
ini, saudar-saudara kami, teman-teman seperjuangan, teman sekelompok, dan para
penulis yang senantiasa bukunya dijadikan sebagai rujukan kami, berkat jasa
merekalah pada hari ini Allah SWT telah membuat kami dapat menyelesaikan
tulisan sederhana ini.
Adapun
maksud dan tujuan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah yang
bersangkutan juga bermaksud untuk berbagi ilmu dan memberikan pencerahan sedikit
kepada para pembaca mengenai salah satu materi yang berhubungan dengan Ilmu
Lughoh al-'Amm, dan khususnya mengenai pembahasan yang akan kami bahas yaitu
tentang sintaksis yang merupakan cabang linguistik yang sangat berperan
dalam membicarakan kata dalam
hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan
ujaran.
Keinginan
untuk memperdalam dan menyatukan pengetahuan kita ini timbul dari dan sesuai
dengan kodrat manusia. Karena manusia melebihi semua makhluk lainnya, justru
karena ia mempunyai pikiran, mempunyai jiwa-rohani yang mengatasi kebendaan
atau materi belaka. Dengan demikian maka tidaklah mengherankan bahwa setiap
bangsa mempunyai ahli-ahli pemikirnya sendiri.
|
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
PENULIS
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Tujuan Pembahasan
Disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis merupakan bidang tataran
linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Kedua
bidang tataran ini pada tatarannya memang berbeda terutama dari segi kajiannya.
Namun, sering kali batas diantara keduanya menjadi kabur karena pembicaraan
bidang yang satu tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Oleh karena itulah,
muncul istilah morfosintaksis, yang merupakan gabungan dari morfologi
dan sintaksis, untuk menyebut kedua bidang itu sebagai satu bidang pembahasan.
Dari sanalah kita tergugah untuk menyelidiki lebih lanjut apa yang
dimaksud dengan sintaksis sendiri karena dalam kesempatan ini, ingsyaAllah kami
akan membahas khusus mengenai sintaksis. Sehingga secara kita tidak sadari
ketika kita faham tentang batasan sintaksis otomatis kita memahami batasan
morfologi juga.
2. Sistematika
Pembahasan
Banyak sekali point-point yang akan dibahas dalam bab sintaksis
ini mulai dari definisi, struktur sintaksis, juga satuan sintaksis yang
meliputi; kata, farsa, klausa, kalimat, sampai wacana.
Pertama-tama kita akan membahas definisi sintaksis yang dari sini
kita akan mengetahui secara sepintas karakter dari sintaksis. Kemudian ke
pembahasan struktur sintaksis yang terdiri dari susunan subjek (S),
predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi
sintaksis. Nomina, verba, adjektifa, dan numeralia berkenaan
dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima
berkenaan dengan peran sintaksis.
Setelah itu, baru kita akan membahas satu persatu satuan
sintaksis, mulai dari definisi dari keseluruhan, jenis-jenisnya,
contoh-contohnya, sampai keterangan contoh pada setiap satuan sintaksis yang
terdiri dari ; kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
BAB II
PEMBAHASAN
SINTAKSIS
1.
Pengertian
Sintaksis adalah bidang tataran
linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika.
Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti
"dengan" dan tattiein yang berarti "menempatkan".
Sehingga dapat disimpulkan, pengertian sintaksis secara etimologi berarti
menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat
2.
Struktur Sintaksis
Berbicara masalah
struktur sintaksis, kita tidak lepas dari beberapa hal yang mencakup
masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis, serta alat-alat yang digunakan
dalam membangun struktur itu.
Secara umum struktur sintaksis terdiri
dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K)
yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, adjektifa,
dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku,
penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.
KATA SEBAGAI SATUAN
SINTAKSIS TERKECIL
Dalam tataran
morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya adalah
morfem); tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil,
yang secara hierarkial menjadi komponen pembentukan satuan sintaksis yang lebih
besar, yaitu frase. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata
berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan
sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan
sintaksis.
Dalam pembahasan
kata sebagai pengisi satuan sintaksis, pertama-tama kita harus bedakan
dulu adanya dua macam kata, yaitu yang disebut kata penuh (fullword) dan
kata tugas (functionword). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal
kata mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi,
merupakan kelas terbuka , dan dapat bersendiri sebagai sebuah satuan tuturan.
Sedangkan yang disebut kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak
mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup,
dan didalam pertuturan dia tidak dapat bersendiri.
Yang merupakan
kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, ajektifa,
adverbia, dan numeralia. Sedangkan yang termauk kata tugas adalah kata-kata
yang berkategori preposisi dan konjungsi. Sebagai kata penuh, kata-kata yang
berkategori nomina, verba dan ajektifa memiliki makna leksikal masing-masing,
misalnya, kata kucing dan mesjid, memiliki makna ’sejenis
binatang buas’ dan ‘tempat ibadah orang islam’. Bandingkan dengan kata dan dan
meskipun yang memang tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai
tugas sintaksis: dan untuk menggabungkan dua buah konstituen, dan
meskipun untuk menyatakan penegasan. Sebagai kata penuh kata-kata yang
berkategori nomina, verba dan adjektifa dapat mengalami proses morfologi,
seperti kata kucing yang dapat diberi perfiks ber- sehingga
menjadi berkucing, atau dapat diberi perfiks ber- disertai
perulangan, dan diberi sufiks an-sehingga menjadi berkucing-kucingan.
Bandingkan kata dan yang tidak bisa menjadi *berdan atau *mendankan. Dalam
bahasa inggris preposisi seperti for dan in juga tidak mengalami
proses morfologi, tidak seperti nomina book dan verba write yang
dapat menjadi books (proses penambahan sufiks jamk –s) dan writes
atau wrote (perubahan untuk
persona ketiga dan untuk kata lampau). Dalam bahasa Arab kategori yang
disebut harfun atau inna, law, dan min juga tidak
mengalami proses morfologi. Berbeda dengan kategori yang disebut ismun dan
fi’lun yang dapat mengalami proses morfologi, seperti dari nomina muslimun
yang dapat menjadi muslima:ni dan muslimu:na; dan dari akar verba
*k-t-b yang antara lain dapat menjadi kataba, yaktubu, dan
maktab.
Kata-kata yang termasuk kata penuh memang mempunyai
kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak, sehingga dapat menjadi pengisi
fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan yang termasuk kata tugas mempunyai kebebasan
yang terbatas. Perhatikan kedua kalimat berikut!
(47) Pak Ahmad menerangkan cara penulisan
awalan di dan kata depan di.
(48) Bu Leoni sedang membahas
penggunaan preposisi in, on dan at dalam bahasa Inggris.
Tetapi disini juga, yang dijelaskan Pak
Ahmad bukan di itu, melainkan kata depan di dan awalan di;
dan yang dibahs Bu Leoni juga bukan in, on dan at itu, melainkan preposisi
in, preposisi on, dan preposisi at.
Dari pembicaraan perbedaan antara kata penuh dan
kata tugas di atas tampak pada kita bahwa yang disebut kata penuh sajalah yang
dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Misalnya kata nenek yang mengisi fungsi
subjek, kata membaca yang mengisi fungsi predikat, kata komik yang
mengisi fungsi objek, kata kamar membentuk frase eksosentrik di kamar
hanya merupakan anggota dari pengisi fungsi keterangan. Perhatikan bagan
berikut!
(49)
S
|
P
|
O
|
K
|
Nenek
|
Membaca
|
Komik
|
Di kamar
|
Keterikatan preposisi di dengan
kata kamar dalam frase di kamar itu sangat erat, sehingga tidak mungkin
dilepaskan. Oleh karena itu pula, kata-kata yang termasuk kata penuh, karena
dapat bersendiri mengisi salah satu fungsi sintaksis dapat pula berdiri sendiri
sebagai kalimat jawaban atau kalimat perintah, atau kalimat minor lainnya.
Umpamanya:
(50) Nenek! (sebagai jawaban atas pertanyaan: siapa yang membaca komik di
kamar?)
(51) Komik! (sebagai jawaban atas pertanyaan: apa yang di baca Nenek di
kamar?)
(52) Pinggir! (sebagai kalimat perintah dari seorang
penumpang Bus umum kepada sopir)
Untuk
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris kita dapat dengan mudah mensegmentasikan
ujaran yang berupa satuan sintaksis atas kata-kata yang menjadi pengisi
fungsi-fungsi sintaksisnya. Namun, dalam bahasa tertentu kita mengalami banyak
kesulitan, misalnya Bahasa Swahili ( di Afrika Timur).
FRASE
1. Pengertian Frase
Frase adalah
satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau
biasa disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam
kalimat.
Dari definisi di
atas bisa dilihat bahwa yang disebut frase itu pasti terdiri lebih dari satu
kata. Jika yang dimaksud dengan kata adalah satuan gramatikal bebas terkecil,
maka berarti pembentuk frase itu harus berupa morfem bebas, bukan morfem
terikat. Jadi, konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase, sedangkan konstruksi tataboga
dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah morfem
terikat.
Frase adalah
konstruksi nonpredikatif, artinya unsur pembentuk frase itu tidak berstruktur subjek-predikat
atau berstruktur predikat-objek. Oleh karena itu konstruksi adik
mandi dan menjual sepeda bukan frase; tetapi konstruksi kamar mandi dan
bukan sepeda adalah frase.
Frase adalah
gabungan kata yang mengisi salah satu atau lebih fungsi-fungsi sintaksis yang
terdiri dari subjek, predikat, objek atau keterangan. Frase dimungkinkan
untuk disisipi oleh unsur lain misalnya, frase sepatu saya dapat
disisipkan kata baru sehingga
menjadi sepatu baru saya. Namun perlu diingat, karena frase itu mengisi
salah satu fungsi sintaksis, maka salah satu unsur frase itu tidak dapat dipindahkan
sendirian. Jika ingin dipindahkan maka harus dipindahkan secara keseluruhan
sebagai satu kesatuan, seperti pada kalimat berikut:
Kakek membaca novel di kamar tidur. (benar)
tidur
kakek membaca novel di kamar. (salah)
di
kamar tidur kakek membaca novel. (benar)
Seringkali dipertanyakan perbedaan
antara kata majemuk dengan frase. Menurut Abdul Chaer, ada beberapa hal yang
membedakan antara kata majemuk dengan frase, yaitu:
1.
Menurut tata
bahasa tradisional, kata majemuk sebagai komposisi memiliki makna baru atau
memiliki satu makna, sedangkan frase tidak memiliki makna baru melainkan makna
sintatik atau makna gramatikal. Contoh bentuk meja hijau yang berarti
‘pengadilan’ adalah kata majemuk, sedangkan meja saya yang berarti ‘meja
kepunyaan saya’ adalah frase.
2.
Menurut konsep
linguis struktural, komponen kata majemuk
tidak bisa disisipi oleh kata lain, sedangkan
komponen frase dapat disisipi oleh kata lain. Misalnya, bentuk mata sapi
yang berarti ‘telor goreng tanpa dihancurkan’ tidak bisa disela oleh kata lain,
maka ia adalah kata majemuk. Sedangkan bentuk mata guru yang berarti
‘mata kepunyaan guru’ dapat disela oleh kata lain misalnya menjadi matanya
guru adalah frase.
3.
Konsep yang
mengatakan bahwa salah satu atau kedua komponen kata majemuk berupa morfem
dasar terikat, sedangkan frase kedua komponennya selalu terdiri dari morfem
bebas atau bentuk yang benar-benar berstatus kata. Contoh, daya juang adalah
kata majemuk karena salah satu komponennya adalah morfem terikat yaitu juang.
Sedangkan lemari buku adalah
frase karena komponen-komponennya berupa morfem dasar bebas.
2. Jenis Frase
Frase dibagi menjadi empat, yaitu frase
eksosentrik, frase endosentrik, frase koordinatif dan frase apositif.
1.
Frase
Eksosentrik
Frase
eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku
sintaksis yang sama dengan keseluruhannya, artinya jika salah satu komponennya
dihilangkan, maka komponen yang lain tidak dapat mengisi fungsinya secara
keseluruhan. Misalnya, frase di dapur yang terdiri dari komponen di dan
komponen dapur secara keseluruhan dapat mengisi fungsi keterangan.
Tetapi jika salah satu komponennya dihilangkan, maka komponen yang lain tidak
bisa menduduki fungsi keterangan dalam kalimat. Perhatikan kalimat berikut:
Ibu
sedang memasak ikan di dapur (benar)
Ibu
sedang memasak ikan di (salah)
Ibu
sedang memasak ikan dapur (salah)
Frase
eksosentrik
dibedakan menjadi dua, yaitu direktif dan nondirektif. Frase
eksosentrik yang direktif, komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di,
ke, dari, dan sebagainya. Komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata
yang biasanya berkategori nomina. Misalnya di pasar, dari kayu jati, demi
keamanan.
Sedangkan frase eksosentrik yang nondirektif
komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang atau
kata lain seperti yang, para,dan kaum. Komponen keduanya berupa
kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa atau verba. Misalnya si
kabayan, sang raja, yang berbaju merah.
2.
Frase
Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsur
atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Artinya salah satu komponennya dapat menggantikan fungsi keseluruhannya.
Misalnya frase sedang membaca dapat digantikan fungsinya oleh kata membaca,
seperti pada kalimat berikut:
Ayah
sedang membaca majalah di ruang tamu.
Ayah
membaca majalah di ruang tamu.
Frase endosentrk biasa disebut sebagai frase
modifikatif karena komponen keduanya, yaitu komponen yang bukan inti mengubah
atau membatasi makna komponen inti. Misalnya, kata menulis dapat dibatasi
waktunya dengan kata sedang dalam frase sedang membaca sehingga
maknanya menjadi ‘perbuatan menulis itu tengah berlangsung.’
Dilihat dari kategori intinya dapat dibedakan adanya
frase nominal seperti bus sekolah, kecap manis, frase verbal seperti sedang
membaca, sudah tidur, mandi
lagi, frase adjektifa seperti sangat senang,
tinggi sekali, merah jambu, dan frase numeralia seperti tujuh belas, dua puluh
tiga, dan setengah juta.
3.
Frase
Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen
pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan
secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang
tunggal seperti dan, atau, tetapi, maupun konjungsi terbagi seperti baik…..baik,
makin….makin, dan baik….maupun…… . Frase koordinatif ini mempunyai
kategori sesuai dengan kategori komponen pembentuknya. Contoh: sehat dan
kuat, buruh atau majikan, makin terang makin baik.
Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi
secara eksplisit, biasanya disebut frase parataksis. Misalnya, hilir
mudik, tua muda, pulang pergi dan sawah ladang.
4. Frase
Apositif
Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua
komponennya saling merujuk sesamanya; oleh karena itu, urutan komponennya dapat
dipertukarkan.contohnya seperti pada kalimat berikut :
Pak
Herman, guru saya, rajin sekali.
Guru
saya, Pak Herman, rajin sekali.
3. Perluasan Frase
Salah satu ciri frase adalah bahwa frase itu dapat
diperluas. Maksudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen sesuai dengan
konsep atau pengertian yang akan ditampilkan. Misalnya frase di kamar mandi dapat diperluas dengan diberi komponen baru,
seperti kata saya, adik, atau depan. Sehingga menjadi di kamar
mandi saya, atau di kamar mandi adik atau di kamar mandi depan.
Perluasan ini dapat dilakukan di sebelah kanan,
dapat juga di sebelah kiri atau di sebelah kanan dan kiri sekaligus. Misalnya
frase seorang mahasiswa dapat diperluas menjadi seorang mahasiswa
baru, hanya seorang mahasiswa, dan hanya seorang mahasiswa baru.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
perluasan frase, antara lain:
1.
Untuk menyatakan
konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali. Misalnya
frase kereta api berikut ini:
Kerete
api – kereta api ekspres – kereta api ekspres malam – kereta api ekspres malam
luar biasa – sebuah kereta api ekspres malam luar biasa.
2.
Pengungkapan
konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar dan pembatas tidak
dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan
dinyatakan dengan unsur leksikal. Misalnya :
Tidak
hadir – tidak akan hadir – bukan hanya tidak akan hadir ….
3.
Keperluan untuk
memberi deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep, terutama untuk
konsep nomina. Misalnya kalimat-kalimat berikut:
a)
Anjing saya
meninggal minggu lalu.
b)
Anjing saya yang dibeli di Jakarta
meninggal minggu lalu.
c)
Anjing saya yang dibeli di Jakarta yang sudah tua meninggal minggu lalu
d)
Anjing saya yang dibeli di Jakarta yang sudah tua dan belum mempunyai
anak
meninggal minggu lalu
KLAUSA
1. Definisi Klausa
Klausa merupakan satuan gramatikal
berupa kelompok kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi
tersebut terdapat kata atau frase yang berfungsi sebagai predikat. Komponen
selain predikat berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Komponen
subjek dan predikat merupakan komponen pokok yang harus ada dalam klausa.
Klausa merupakan unsur kalimat, karena kalimat terdiri dari klausa dan intonasi
final baik intonasi deklaratif, interogatif,
Jika klausa diberi intonasi final maka tidak dapat disebut gramatik
klausa lagi, tetapi disebut sebagai kalimat. Sebuah kalimat bisa terdiri dari
beberapa klausa yang sering disebut kalimat majemuk.
Adik mandi merupakan
contoh klausa. Nenek menempati fungsi sintaksis subjek, sedangkan mandi
menempati fungsi sintaksis predikat. Hal ini berbeda dengan kamar mandi.
Kamar mandi bukan merupakan klausa karena komponen mandi tidak
bersifat predikatif.
2. Jenis Klausa
Klausa dapat
dibedangkan berdasarkan struktur dan kategori segmental yang menjadi
predikatnya.
I.
Klausa
berdasarkan struktur
Klausa
berdasarkan strukturnya dapat dibedakan menjadi klausa bebas dan klausa
terikat.
Klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsur kalimat yang lengkap,
sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat.
Contoh:
1.
Bapak sedang pergi
2.
Ibu telah makan
Hanya dengan
memberi intonasi final pada klausa bebas, maka klausa tersebut berubah menjadi kalimat mayor. Ini berarti, klausa bebas
berpotensi menjadi kalimat mayor.
Klausa terikat
adalah klausa yang memiliki struktur yang tidak lengkap. Dengan kata lain, klausa jenis
ini tidak memiliki subyek sekaligus predikat. Karena itu, klausa jenis ini
selalu terikat dengan klausa yang lain dan tidak pernah bisa menjadi kalimat
mayor.
Klausa terikat
biasanya berdiri sebagai jawaban atas suatu pertanyaan atau berdiri di dalam
anak kalimat. Klausa terikat yang berdiri di dalam anak kalimat relatif mudah
dikenal karena di bagian depan dari klausa terikat tersebut biasa ada konjungsi
subordinatif semacam ketika, apabila, dan kalau.
Contoh:
1.
Besok sore. (Jawaban untuk kalimat "Kapan kamu
berangkat?")
2.
Ketika hujan turun, bukit itu longsor.
Pada contoh
nomer 2 di atas, klausa terikat "ketika hujan turun" ditandai dengan
konjungsi subordinatif "ketika", dan klausa tersebut membentuk anak
kalimat "Ketika hujan turun".
Karena diawali
dengan konjungsi subordinatif, maka klausa terikat disebut juga klausa
subordinatif (subordinative clause) atau klausa bawahan. Klausa lain
yang menjadi tempat klausa terikat itu mengikatkan diri dan hadir bersama-sama
dengan kalimat terikat itu disebut sebagai klausa utama (main clause, principal
clause) atau klausa atasan. Eksistensi klausa terikat dalam kalimat majemuk
bertingkat bergantung pada klausa utama. Jenis klausa utama selalu klausa bebas.
II. Klausa berdasarkan kategori kata atau frasa yang
menduduki fungsi predikat
Berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki
fungsi predikat, klausa dapat dibedakan menjadi lima yaitu:
1. Klausa verbal
Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya
berkategori verbal. Misalnya klausa nenek mandi, sapi itu berlari,dan matahari
terbit. Berdasarkan golongan kata verbal, klausa dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Klausa transitif; yaitu klausa yang predikatnya berupa
verba transitif. Misalnya, nenek menulis surat dan kakek membaca buku
silat.
b. Klausa intransitif; yaitu klausa yang predikatnya
berupa verba intransitif. Misalnya, nenek menangis dan adik
melompat-lompat.
c. Klausa refleksif; klausa ini predikatnya
terdiri atas kata verbal yang termasuk golongan kata kerja refleksif, yaitu
kata kerja yang menyatakan perbuatan yang mengenai pelaku perbuatan itu
sendiri. Misalnya, nenek sedang berdandan dan anak-anak itu
menyembunyikan diri.
d. Klausa
resiprokal; yaitu klausa yang predikatnya berupa verba reprosikal (kata kerja
yang menyatakan kesalingan). Misalnya, mereka saling berpandangan, keduanya
bersalaman, dan mereka bertengkar sejak kemarin.
2. Klausa
nominal
Klausa
nominal merupakan klausa yan predikatnya berupa nomina atau frase nominal,
misalnya petani, dosen linguistik,dan satpam bank. berikut ini
contoh klausa nominal:
·
Ia guru
·
Pacarnya satpam
bank swasta
3. Klausa
ajektifal
Klausa
ajektifal merupakan klausa yang predikatnya berkategori ajektifa. Misalnya
klausa-klausa berikut:
·
Ibu dosen itu
cantik sekali
·
Bumi ini sangat
luas
·
Taman kota itu
indah
4. Klausa
adverbial
Klausa
adverbial adalh klausa yang predikatnya berupa adverbia. Misalnya, bendelnya
teramat sangat.
5. Klausa
preposisional
Klausa
preposisional merupakan klausa yang predikatnya terdiri dari frasa
preposisional atau frasa yang diawali kata depan. Berikut ini contoh klausa
preposisional:
·
Nenek di kamar
·
Pegawai itu ke
kantor setiap hari
6. Klausa
numeral
Klausa
numeral merupakan klausa yang predikatnya berupa kata atau frasa numeralia.
Misalnya, kerbau petani itu hanya dua ekor,taksinya delapan buah, dan gajinya
lima juta sebulan.
KALIMAT
1. Definisi Kalimat
·
Susunan
kata-kata yang teratur yang berisipikiran yang lengkap
·
Satuan sintaksis
yang di susun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi
dengan konjungsi bila di perlukan ,serta disertai dengan intonasi final.
2. Jenis kalimat
Ø Kalimat Inti dan Kalimat Non Inti
Kalimat
inti atau kalimat dasar adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti.Kalimat
inti dapat di ubah menjadi kalimat non inti dengan berbagai proses
transformasi, seperti pemasifan, pengingkaran, penanyaan, pemerintahan,
pelepasan, dan penambahan.
Contoh:
Nenek
membaca komik = kalimat inti
ü Komik
dibaca nenek =
transformasi pemasifan
ü Nenek
tidak membaca komik =
transformasi pengingkaran
ü Bacalah
komik itu =
transformasi pengingkaran
ü Apakah
nenek membaca komik? = transformasi
penanyaan
Ø Kalimat Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya mempunyai
satu klausa. Dan kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai lebih dari satu
klausa. Kalimat majemuk ini terbagi menjadi 3 bentuk:
§ Kalimat
majemuk setara (koordinatif)
contoh:
Nenek melirik,kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa.
§ Kalimat
majemuk bertingkat (subordinatif)
contoh:
Ani membaca komik ketika ibu tidak di rumah.
§ Kalimat
majemuk kompleks.
Contoh:
Ayah mengeluarkan dompetnya, lalu mengambil selembar uang ribuan untuk membayar
ongkos becak.
Ø Kalimat Mayor danKalimat Minor
Kalimat mayordan minor dilakukan berdasarkan lengkap
tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalmiat itu. Jika klausanya tidak
lengkap, hanya terdiridari predikat, obyek,atau subjeknya saja maka kalimat itu
adalah kalimat minor.Meskipun kalimat minor ini unsur-unsurnya tidak lengkap,
namun dapat dipahami karena konteksnya diketahui oleh pendengar dan pembicara.
Konteks ini bisa berupa konteks kalimat, konteks situasi atau juga konteks
topik pembicaraan. Jadi, kalimat-kalimat jawaban singkat, kalimat seruan, kalimat
perintah, kalimat salam, termasuk dalam kalimat minor
Contoh
: Dilarang merokok.
Halo!
Kalau
klausanya lengkap, minimal
ada predikat dan subjeknya, maka
kalimat itu disebut kalimat mayor .
Contoh: Banjir kiriman datang dari Bogor.
Ibunya penari cantik disana.
Ø Kalimat Verbal danKalimat Nonverbal
Kalimat
verbal adalah kalimat yang tersusun dari klausa verbal. Sedangkan kalimat
nonverbal adalah kalimat yang tersusun dari kalimat non verbal dapat berupa
nominal, ajektifal, adverbial, dan juga numerial. Kalimat verbal di bagi
menjadi :
·
Kalimat
Transitif, contoh : Dia menendang bola.
·
Kallimat
Intransitif, contoh : Ayah belum datang.
·
Kalimat Aktif, contoh : Kakak menulis surat.
·
Kalimat Pasif, contoh : Surat ditulis kakak.
·
Kalimat Dinamis,
contoh : Kami bercakap-cakap disana.
·
Kalimat Statis,
contoh : Anaknya sakit keras.
Ø Kalimat Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat
bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau
dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks
lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak
dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf,
atau wacana tanpa bantuan komplek.
Contoh
:
1.
Sekarang di Riau
amat sukar mencari terubuk.
2.
Jangankan
ikannya, telurnyapun sukar diperoleh.
3.
Kalau pun bisa
diperoleh, harganya melambung selangit.
4.
Makanya, ada
kecemasan masyarakat nelayan di sana bahwa terubuk yang spesifik itu akan
punah.
Kalimat
(1) adalah kalimat bebas karena bisa berdiri sendiri tanpa ada penjelasan dari
kalimat lain. Kalimat (2), (3), dan (4) merupakan kalimat terikat karena masing
–masing dari kalimat tersebut tidak dapat dipahami dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai
sebuah ujaran.
WACANA
Tata bahasa
tradisional menganggap kalimat sebagai
satuan terbesar dalam pembicaraan ketatabahasaan. Karena secara
filosofis, kalimatlah -satuan bahasa- yang dianggap memiliki pikiran yang
lengkap. Sehingga, banyak orang menduga bahwa satuan sintaksis terbesar adalah
kalimat. Namun dalam praktek berbahasa ternyata tidak demikian.
1. Pengertian Wacana
Pengertian
wacana sangat banyak dan beragam. Setiap buku memberikan definisi-definisi yang
bermacam-macam. Namun pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi (terbesar).
Dalam wacana
terdapat konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh
pembaca dan pendengar tanpa keraguan apapun. Wacana dibentuk dari kalimat atau
kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramatikal wacana sudah terpenuhi kalau wacana itu kohesif dan
koheren. Kohesif adalah keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam
wacana, sedangkan koheren adalah apik dan benarnya isi wacana tersebut. jadi,
jika wacana itu kohesif, pasti tercipta kekoherensian.
2. Alat Wacana
Alat gramatikal
untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif adalah :
1.
Konjungsi (lebih
eksplisit).
2.
Kata ganti.
3.
Ellipsis, yaitu
menghilangkan bagian kalimat yang sama yang terdapat pada kalimat lain.
Alat gramatikal untuk membuat sebuah
wacana menjadi kohesif dan koheren adalah
1.
Menggunakan
hubungan pertentangan.
2.
Menggunakan
hubungan generik-spesifik atau sebaliknya.
3.
Menggunakan
hubungan perbandingan.
4.
Menggunakan
hubungan sebab akibat.
5.
Menggunakan
hubungan tujuan dalam isi sebuah wacana.
6.
Menggunakan
hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat.
3. Jenis Wacana
1.
Berdasarkan
sarananya : wacana lisan
dan tulis.
2.
Berdasarkan penggunaan
bahasa : wacana prosa dan
puisi.
3.
Berdasarkan
penyampaian isi : wacana narasi, eksposisi, persuasi dan argumentasi.
4. Subsatuan
Wacana
Biasanya, wacana
akan dibagi atas beberapa bab,: setiap bab akan dibagi atas beberapa subbab:
setiap subbab akan disajikan dalam beberapa paragraf atau juga subparagraf.:
Setiap paragraf biasanya berisi pikiran utama yang disertai sejumlah pikiran
penjelas.: Pikiran utama berupa satu kalimat utama, sedangkan setiap pikiran
penjelas berupa kalimat-kalimat penjelas.
Contoh:
The
Revelation
Anyone who seeks
to understand Islam must have recourse
to the Koran. The Koran, according to Muslim belief, is the word of God. It is
the revelation of His divinity and His command to men, it is the basis of
Islamic religion, which has remained unaltered during the course of history,
even if it is constanly experienced and interpreted anew. But the Koran it self
is a book which is difficult of access. These associations, moreover, have only
been preserved for us by the manifold facets and reflection of religious
tradition.
Muhammad, the
prophet, was according to his own belief
and that of his community the recipient of the revelation, God’s human
instrument. It was his mission to repeat and recite the message of the heavenly
Book of revelation. Recite in the name of your Lord with this
introduction to the first revelation(Surah 96) he found himself called to be
prophet; there than followed the command ‘Stand up and warn’ (Surah 74)
which designated him as the messenger of God to His people. Believers gathered
around him and they soon began to note down individual revelations.
(Gerhard Endres, An Introduction to Islam, 1988)
The
Revelation








(Gerhard Endres, An Introduction to Islam, 1988)
5. Hierarki Satuan
Wacana
|
Kalimat
|
Klausa
|
Frase
|
Kata
|
Morfem
|
Fonem
|
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sintaksis adalah bidang tataran
linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika.
Secara umum struktur sintaksis terdiri
dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K)
yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, adjektifa,
dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku,
penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.
Satuan sintaksis meliputi: kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
2. Saran
Alangkah baiknya kalau setiap satuan dari sintaksis itu
dibubuhi contoh lebih kompleks lagi, tidak hanya dari bahasa Indonesia saja
melainkan dari bahasa lainnya juga, paling tidak bahasa Arab dan bahasa
Inggris, atau bahkan dari bahasa Prancis dan China sekalipun yang notabene bersaing
ketat dengan bahasa Inggris juga Arab.
Oleh karena itu, sangat
dianjurkan kepada pembaca yang bermaksud mendalami sintaksis utk tidak puas
hanya dengan satu referensi saja tapi dari berbagai referensi dan berbagai
bahasa.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul Drs. 2003. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar